Menikmati Jajanan Pasar Lama

Tak lengkap rasanya bepergian ke Tangerang kalau tidak menyinggahi tempat yang satu ini, terkenal dengan wisata kulinernya memuat siapa saja yang singgah disini akan susah untuk beranjak pergi. Kawasan Pasar lama Tangerang memang sudah lama berdiri dan memiliki sejarah yang cukup panjang, dimulai sejak datangnya Laksamana Cheng Ho yang pernah singgah ditempat ini, lalu mengutus anak buahnya Tjen Tjie Lung untuk tinggal di Teluk Naga (bagian dari Tangerang sekarang) lalu membentuk sebuah kelompok masyarakat Tionghoa, kemudian diteruskan dengan perpaduan berbagai budaya, disusul masuknya kolonialisme, semuanya itu tentu meninggalkan jejak jejak sejarah yang bisa kita saksikan hingga kini.

Tersisa Saya, Chandra, Erika dan Yesinta dalam perjalanan kali ini, berhubung Carla sudah harus pulang lebih dulu, sebelum kembali ke Jakarta, kita memutuskan untuk singgah sebentar ditempat ini, saya yang sedari dari lebih antusias untuk berkunjung ke Museum Cina Benteng, rupanya tidak mendapat respon serupa dengan teman teman saya ini, alhasil kita langsung melipir sedikit menuju kawasan kuliner Pasar lama. Penamaan pasar lama sendiri hanya istilah yang digunakan oleh masyarakat, diakibatkan semakin banyaknya jumlah penduduk khususnya etnis masyarakat Cina Benteng dari sebelumnya hanya mendiami kawasan sekitaran sungai Cisadane, akhirnya harus migrasi membentuk perkampungan perkampungan baru salah satunya Pasar Baru sebagaimana kita saksikan sekarang, dan karena asalnya usulnya bermula dari tempat ini maka penamaannya disebut sebagai Pasar Lama, karena merupakan pusat perdagangan tertua yang ada di Tangerang

Entahlah saya juga tidak mau pusing dengan penamaan penamaan ini yang pasti ada banyak sekali jenis kuliner yang bisa kita nikmati ditempat ini, mulai dari jajanan tradisional Tionghoa hingga jajanan kekinian yang banyak digandrungi anak muda, bisa dengan mudah kita temukan ditempat ini. Disepanjang jalan Kisamun para pedagang berjejer menjajakan dagangannya, orang orang lalu lalang dan keramaian tentu tidak bisa dihindari, biasanya tempat ini akan mulai ramai dikunjungi mulai sore menjelang malam, namun karena situasi pandemi seperti sekarang ini, jam operasionalnya harus dibatasi, yang biasanya tutup hingga jam 11.00 malam, maka saat ini harus tutup jam 08.00 malam.

Sudah menjadi kebiasaan seperti pepatah mengatakan “dimana ada gula disitu ada semut” dimana ada keramaian maka akan mengundang pencari rejeki yang lain, terhitung tidak sampai setengah jam duduk ditempat ini untuk menikmati jajanan khas ditempat ini, terhitung sudah lebih lima kali, pengamen dan peminta sumbangan lainnya datang menghampiri saya, bukan tidak ingin memberi, karena tentu rejeki sudah ada yang mengatur, sekali dua kali memang masih bisa ditoleransi namun karena semakin sering akhirnya kitapun buru buru beranjak dari tempat ini

Tinggalkan komentar